Kamis, 13 Maret 2008

Pertegas Posisi Politik, Bagi yang Anti-penjajahan asing, mari Kita Bangun Front Nasional

Pertegas Posisi Politik, Bagi yang Anti-penjajahan asing, mari Kita Bangun Front Nasional


Ditulis Oleh Gede Sandra
Minggu, 17 Februari 2008
arah.jpg Situasi Ekonomi
Krisis minyak dunia yang terjadi lagi di penghujung 2007 masih disebabkan oleh naiknya permintaan bahan bakar minyak menyambut musim dingin di sebagian belahan dunia; bersamaan dengan terjadinya konflik politik di Timur Tengah. Di luar pandangan awam demikian, ada penilaian bahwa krisis sebenarnya terjadi oleh ulah spekulan/broker minyak di pasar dunia; ataupun juga karena semakin tajamnya polarisasi politik dunia.
Apapun kemungkinan penyebabnya, kita akan terlebih dahulu menilai dampaknya terhadap situasi ekonomi nasional. Akibat krisis ini harga minyak dunia melonjak sampai US$90-100 atau naik sekitar 50-60% dari sebelumnya. Kenaikan harga minyak dunia akan menyebabkan sebagian kecil negara (yang memiliki SDA minyak bumi) diuntungkan sedangkan sisanya merugi. Kemungkinan Indonesia juga ikut diuntungkan.
Menurut perhitungan Kwik Kian Gie, akibat kenaikan harga minyak dunia, seharinya Indonesia dapat menangguk untung sampai ratusan milyar rupiah- yang langsung masuk kas negara . Namun, pastinya kenaikan harga minyak dunia akan diikuti juga oleh kenaikan harga seluruh komoditi di pasar internasional.
Kenaikan harga komoditi di pasar dunia inilah yang sebenarnya dapat membebani struktur industri Indonesia yang rapuh . Industri nasional masih sangat berketergantungan terhadap impor bahan baku dan barang modal dari luar negeri. Itulah sebabnya sektor industri, yang paling banyak menyerap tenaga kerja nasional, akan terhuyung-huyung jalannya akibat situasi pasar komoditi dunia. Bersamaan dengan itu gelombang privatisasi terhadap BUMN-BUMN unggulan juga tetap gencar dilakukan. Dalam situasi seburuk apapun, kemungkinan besar industri-industri ekstraktif (migas, galian mineral, perkebunan) tidak akan terlalu terpengaruh. Karenanya, nilai ekspor yang sebagian besar disumbang dari sektor ini akan tetap ‘cantik’ sehingga masih bisa disombongkan SBY-JK.
Goncangan pasar dunia, belum lama ini, akibat krisis properti di Amerika tidak terlalu berpengaruh bagi laju permintaan dunia terhadap bahan mentah dari Indonesia. Bersama TKI, ekspor bahan mentah akan tetap dapat mengisi devisa nasional.
Di saat-saat genting bagi kemandirian industri nasional seperti ini, pemerintah telah memperkeruh suasana dengan menaikkan kembali harga BBM industri -bagian dari kebijakan liberalisasi sektor hilir migas. Kenaikan harga BBM industri -yang menyumbang sekitar 40% cost production pabrik- akan mempercepat arus deindustrialisasi. Kalaupun dapat bertahan dari arus ini, serpihan pabrik-pabrik nasional akan lebih memilih untuk bertransformasi menjadi gudang-gudang bagi komoditi impor.
Liberalisasi sektor hilir migas (demi keuntungan MNC migas) tidak hanya terjadi pada BBM industri. Program konversi minyak tanah (Mei 2007) dan premium (Desember 2007) adalah karya nyata neoliberalisme menyiasati percepatan liberalisasi sektor hilir migas. Padahal program konversi minyak tanah selama beberapa bulan saja telah cukup mengoyak perekonomian rakyat; apalagi setelah nantinya ditambah program konversi premium. Di sisi lain, liberalisasi di sektor hulu migas masih cukup gencar .
Adapun, situasi masih terjadi seperti sebaliknya pada sektor perbankan. Semenjak kebijakan suku bunga tinggi dikenakan untuk menanggulangi inflasi tinggi akibat kenaikan BBM dua tahun lalu, sektor perbankanlah yang paling diuntungkan. Privatisasi juga mengenai sektor ini. Rupiah yang mengalir masuk tidak digunakan perbankan untuk membantu sektor industri- yang semakin gamang ketika dihadapkan pula pada bunga kredit usaha yang tinggi. Rupiah malah dikucurkan sebesar-besarnya; semudah-mudahnya untuk kredit konsumsi rakyat. Kalaupun ada untuk sektor usaha, hanya dikucurkan bagi industri ekstraktif yang berorientasi ekspor .
Karenanya sudah sejak lama kegemukan sektor perbankan tidaklah menunjang produktivitas nasional. Sektor perbankan nasional hanya dipersiapkan untuk menjadi room boy yang baik bagi modal asing yang menginap sampai 90 tahun lamanya di hotel ‘zamrud khatulistiwa’. Sektor perbankan akan kelimpungan sendiri jika nantinya hot money berlarian dari pasar uang nasional. Itulah saat bubble (gelembung) ekonomi kita meletus.
Tapi kemungkinan besar Washington tidak akan berani membiarkan itu terjadi. Mereka akan terus menjaga Indonesia selama masih menguntungkan mereka secara ekonomi dan politik; atau setidaknya selama rezim yang berkuasa masih patuh.
Makanya tidak aneh bila muncul juga skenario (B) penutupan ruang politik dan demokrasi demi keamanan modal asing. Ekonomi rakyat dapat digambarkan langsung dari situasi: pendapatan rakyat tidak kunjung meningkat tapi secara pasti harga-harga kebutuhan hidupnya terus naik. Daya beli dan upah riil semakin menurun sebagai konsekuensi kenaikan harga semua barang akibat berbagai program konversi nya SBY-JK .
Jika mempertimbangkan keberadaan barisan tekyan (baca: kaum muskin kota) yang terus menerus lahir, tingkat persaingan ekonomi kelas bawah akan bertambah pelik. Gangguan jiwa dan terjerembab ke kriminalitas akibat kesulitan ekonomi akan menjadi masa depan bagi angkatan kerja saat ini. Indonesia harus segera banting stir untuk kemudian memilih jalan ekonomi yang baru.
Secara umum ekonomi nasional masih berada dalam rel neoliberal, hanya lajunya yang lebih cepat. Perekonomian rakyat tetap semakin memburuk; tidak ada yang berbeda dari tahun-tahun sebelum ini: polaritas kaya-miskin semakin lebar dan tegas; industri nasional bangkrut; dan kekayaan alam kita berangsur habis. Harus disadari bahwa situasi rakyat saat ini bagaikan api dalam sekam.
Situasi Politik
Rezim semakin sibuk menebar konsesi ekonomis untuk menjaga agar api dalam sekam tidak meluas. Berbagai program populis pun bermunculan: Askeskin, Gakin, BOS, kenaikan gaji PNS, bantuan kredit UKM, dsb; dibiayai keuntungan minyak. Dalam jumlah yang lebih kecil, korporasi-korporasi asing di Indonesia terpaksa juga ikut menebar receh dalam kantong demi keamanan modal mereka nantinya. Pembiayaan lomba baca puisi (Inco), beasiswa (Freeport), membuat kursus menjahit (Newmont), sampai ke drama perubahan iklim -yang tak lain hanyalah negosiasi harga karbon- di Bali akhir tahun ini (Freeport) selalu dipropagandakan oleh banyak media sebagai maksud baik korporasi untuk memberantas kemiskinan dan melestarikan lingkungan di Indonesia. Kalaupun ada yang cukup bergaung di kalangan kelas menengah, seperti MDG’s, konkretisasinya tidak dirasakan oleh rakyat banyak.
Apapun konsesi yang diberikan oleh rezim dan korporasi, api tetap tak kunjung padam. Kemiskinan telah meluas sedemikian rupa tanpa BPS mampu menghitung jumlah pastinya. Bentuk perlawanan mereka adalah aksi massa, budaya pra-Orde Baru yang diperkenalkan kembali oleh reformasi. Hampir setiap hari akan kita jumpai aksi-aksi massa hampir kontinyu di seluruh wilayah. Sangat wajar jikalau sebagian besarnya adalah aksi-aksi spontan ekonomis.
Kita meyakini, secara material. bahwa banyaknya praktek aksi massa akan menimbulkan lompatan-lompatan dialektika baru dalam kesadaran mayoritas rakyat. Setidaknya, walaupun sekitar 70% rakyat tak ingin teridentifikasi sebagai partisan, mayoritas dari mereka haus akan perubahan (alternatif) nasib; mendamba pada sosok pemimpin bangsa yang baru.
Bersamaan dengan itu, sentimen-sentimen nasionalisme semacam “anti penjajahan asing” dan ”kemandirian bangsa”, mulai menempati ruang di panggung-panggung politik nasional. Di luar Papernas, telah cukup banyak elit dan kelompok yang menyuarakan sentimen-sentimen tersebut. Gejala ini kemungkinan disebabkan: 1) Neoliberalisme telah dilihat sebagai jalan buntu bangsa ini; dan 2) Adanya inspirasi dari proses-proses politik anti imperialisme AS yang diperagakan oleh negara-negara dunia ketiga seperti Kuba, Venezuela, Bolivia, dan Iran.
Di tengah pasang politik menuju pilpres 2009, sentimen-sentimen tersebut berkristal menjadi suatu bentuk konsolidasi politik elektoral bernama Komite Bangkit Indonesia (KBI). Pembentukan KBI diinisiasi oleh Rizal Ramli bersama sekelompok politisi dan ekonom muda dengan wacana: jalan baru ; pemimpin baru. Selain KBI yang cukup besar, juga bermunculan konsolidasi-konsolidasi kecil lainnya yang bersifat non-permanen di panggung politik nasional- juga dengan tema kepemimpinan baru (kaum muda) dan kemandirian bangsa.
Perspektif baru semacam ini, yang tak muncul pada pemilu 2004, diharapkan akan menjadi terobosan politik di ajang 2009- yang dapat memilah situasi politik nasional menjadi: anti- dan pro- terhadap penjajahan asing. Di luar perspektif tersebut, situasi politik nasional hanya marak oleh transaksi dan lobi politik elit menjelang pemilu (eksekutif dan legislatif) 2009.
Di panggung politik lokal, sentimen populisme lebih dominan. Pada musim pilkada setahun ini saja, sentimen populis semacam pendidikan dan kesehatan gratis sangat sering terdengar. Penyebab kurangnya sentimen nasionalisme di panggung politik lokal, terutama yang jauh dari pusat kekuasaan, adalah masih kentalnya semangat kedaerahan- apalagi semenjak berbagai pemekaran daerah pemerintahan diizinkan oleh undang-undang. Kepentingan borjuis-borjuis lokal untuk menjadi komprador asing ini sering diilusi oleh sentimen ketidak adilan ekonomi antara pusat dan daerah maupun semangat primordialisme.
Dalam beberapa level, semangat dan sentimen kedaerahan ini belumlah beresistensi terhadap sentimen nasionalisme (baca: kemandirian bangsa). Di lingkungan gerakan rakyat (ormas dan LSM), konsolidasi-konsolidasi politik yang terjadi masih belum dapat menghimpun aksi-aksi massa ekonomis untuk kemudian meningkatkan kualitasnya menjadi aksi massa yang secara politis strategis untuk kemandirian bangsa- atau setidaknya strategis dalam kepentingan pemilu 2009. Meski terkadang ada pula yang bersifat politis, namun skup dan perspektifnya aksinya masih kecil karena umumnya dibatasi oleh kerangka persaingan antar elit borjuis di nasional dan lokal.
Melihat perkembangan politik nasional sedemikian rupa, mempertimbangkan dekatnya momentum pemilu 2009, rezim berupaya menerapkan skenario (B) sebagai upaya mengamankan posisi modal asing dari serangan nasionalisme dan populisme.
Skenario rezim, yang berupa pembatasan ruang politik dan demokrasi, diluncurkan bersamaan dengan kebijakan neoliberal yang lebih praktis . Skenario pembatasan politik dan demokrasi ini terwujud dalam: berbagai hambatan yang didera Papernas; pelarangan banyak aliran kepercayaan; dan pemoloran pengesahaan calon independen; dsb.
Secara umum, pembatasan ruang politik dan konsesi populis (bagi rakyat) belum sanggup meredam (api dalam sekam) aksi-aksi massa ekonomis pada level gerakan rakyat; maupun manuver politik anti-penjajahan asing pada level politik atas. Sejauh ini memang antara keduanya seakan-akan tak memiliki sangkut paut –padahal sesungguhnya sangatlah berkaitan.
Tahun 2008 harus diabdikan untuk perjuangan anti-penjajahan asing -untuk kemandirian bangsa- sebagai fondasi politik kaum progresif pada ajang pemilu 2009. Lapangan politik atas harus semakin intens diintervensi demi mempertegas garis politik partai-partai beserta elit-elitnya tersebut akan berdiri di kubu mana: anti atau pro terhadap penjajahan asing!
Harapan kita nantinya -di penghujung 2008 atau awal 2009- dunia perpolitikan nasional dan daerah telah terbagi tegas menjadi dua kubu tersebut. Karenanya, selain tetap rutin menjalankan radikalisasi kampanye, tugas kita di tahun 2008 ini adalah: merangkul kelompok-kelompok lain di luar Papernas (partai politik, ormas, LSM, kelompok seniman, kelompok motor, individu progresif, dsb) sebanyak-banyaknya untuk berdiri bersama dalam sebuah Front Nasional untuk Kemandirian Bangsa. Soal nama dan bentuk dapat dinegosiasikan, tapi semaksimal mungkin program-program ekonomi banting stir lah yang menjadi ruhnya nanti.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Halo,
nama saya Dewi Rumapea, saya berasal dari indonesia. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu, saya merasa tegang secara finansial dan putus asa, saya ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman secara online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya menghubungi saya kepada pemberi pinjaman yang sangat andal yang disebut perusahaan pinjaman Glory, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sejumlah 500 juta dalam waktu kurang dari 3 jam tanpa tekanan atau tekanan pada tingkat bunga rendah 2%. Saya sangat terkejut saat memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya ajukan, dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan. Jadi saya berjanji akan membagikan kabar baik, agar orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, hubungi Ibu Glory melalui email: gloryloanfirm@mail.com.
Anda juga bisa menghubungi saya di dewiputeri9@gmail.com saya